Oleh: Adi Gunawan
Baru saja dilangsungkan akad nikah antara putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Sleman, Yogyakarta pada Sabtu (10/12).
Upacara pernikahan Kaesang-Erina akan berlangsung esok Ahad (11/12) di Kompleks Pura Mangkunegaran, Surakarta.
Pekan ini, perhatian masyarakat yang menentang pada upacara pernikahan Kaesang-Erina di Kompleks Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah.
Beruntunglah, penulis sempat mengunjungi Pura Mangkunegaran pada 19 Nopember 2022 lalu bersamaan dengan pelaksanaan Muktamar ke-48 Muhammadiyah-Aisyiyah.
Pura Mangkunegaran terletak di Desa Keraton, Kecamatan Keraton, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Pura Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Raden Mas Said yang dikenal dengan Pangeran Samber Nyawa, ketika naik tahta bergelar Mangkunegara I.
Pada masa kekuasaan Mangkunegara VII (1916-1944), Pura Mangkunegaran semakin indah bangunannya.
Kompleks Pura Mangkunegaran menghadap ke arah selatan dan dibagi menjadi tiga halaman.
Halaman pertama dari arah selatan berupa Pamedan, yaitu lapangan berbentuk empat persegi panjang dan membujur dari timur-barat.
Untuk memasuki Pamedan, harus melewati pintu gerbang utama di arah selatan.
Berhubung pintu gerbang utama ini dikunci pada saat itu (berhubung masih pukul 08.13 Wib) maka penulis beralih ke pintu gerbang kedua.
Pintu gerbang kedua Pura Mangkunegaran terletak di arah utara Pamedan, disebelahnya terdapat bangunan Mandrasasana, Langenpraja serta garasi mobil dan kantor rumah tangga urusan pura.
Ketika menuju gerbang kedua ini, penulis menjumpai dua orang yang tengah duduk di pintu gerbang bercakap-cakap, tak jauh dari gerbang kedua tampak seorang pemuda menyapu halaman dengan sapu lidi.
Melihat penulis kedatangan, “Ngge pak” ujar pemuda yang tengah menyapu tersebut, “Ngge pak” ujar dua orang yang sedang duduk tersebut.
Tak ada ritual isi buku tamu, meninggalkan KTP apalagi ditanya-tanya, baik oleh si-pemuda yang menyapu halaman maupun dua orang yang duduk di gerbang.
Dengan bebasnya penulis menikmati suasana Pura Mangkunegaran, menyaksikan kereta kuda, mobil-mobil klasik, menikmati taman hingga mendekati daleman yang sedang mengepel lantai utama pendopo.
Aneka alat musik gamelan dan gong tersusun rapi, saat melakukan swa foto, juga tak ada larangan dari petugas yang membersihkan lantai pendopo.
Perpaduan bangunan Jawa-Eropa yang dikelilingi tembok, Pura Mangkunegaran dengan pendopo utamanya yang menampung 10.000 orang ini tampak kokoh berdiri meski hanya ditopang kayu jati tanpa paku.
Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna khas lingkungan Mangkunegaran.
Hiasan langit-langit pendopo berwarna terang menjadi tempat bergantungnya deretan lampu antik.
Saat ini pewaris Pura Mangkunegaran adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegaran X, seorang raja muda kelahiran 29 Maret 1997.
KGPAA Mangkunegaran X menggantikan ayahnya yang wafat pada 13 April 2021.
Berbeda dengan Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran adalah istana tempat berdiamnya raja, pemimpin Kadipaten (daerah otonom) di bawah Kasunanan.
Sementara Keraton Surakarta merupakan istana tempat berdiamnya Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Baik itu Keraton Surakarta maupun Pura Mangkunegaran saat ini menjadi situs cagar budaya yang berfungsi sebagai pelestari budaya Jawa.
Dengan dilaksanakannya “ngunduh mantu” yang menempuh rute Loji Gandrung menuju Pura Mangkunegaran diharapkan tentunya budaya Jawa sebagai salah-satu budaya bangsa kian lestari dalam kehidupan modern dewasa ini.
*) Penulis adalah PP. Muda, Jurnalis Topsumbar, Pemerhati Sosial, Bendahara Gedung Dakwah Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif.
Hits: 27